Rabu, 23 Juli 2014

Pulang

"Ku layangkan pandangku melalui kaca jendela
Dari tempatku bersandar seiring lantun kereta
Membawaku melintasi tempat-tempat yang indah
Membuat isi hidupku penuh riuh dan berwarna

Ku alunkan rinduku selepas aku kembali pulang
Tak akan ku lepaskan dekapku
Karena ku tahu pasti aku merindukanmu seumur hidupku,
selama-lamanya...

Perjalanan ini pun kadang merampas bijak hatiku
Sekali waktu pun mungkin menggoyahkan pundi cintaku
Menetaskan setiaku, menafikkan engkau disana
Maafkan aku, cepat ku kembali

Aku alunkan rinduku selepas aku kembali pulang
Tak akan ku lepaskan dekapku
Karena ku tahu pasti au merindukanmu seumur hidupku,
selama-lamanya...

Ku tautkan hatiku, ku ikrarkan janji
Ku bawa pulang diriku hanya untukmu
Ku sanjungkan mimpi-mimpi hangati malam
Rindu ini membakar hatiku
Ku akan kembali pulang...

Aku ingin cepat kembali
Aku ingin cepat disampingmu..."

"Perjalanan Ini" by Padi, in Sesuatu yang Tertunda album

Pulang...
Ingat?

Tempat dimana berlabuhnya mimpi,
tempat dimana kamu adalah tujuanku?

#MovieCorner #17: The Fault in Our Stars

Warning! Spoiler alert!

Summer is still running out there, and there are still number of movies to watch. Kalau kemarin-kemarin gue review film-film ber-genre action, sekarang nambah variasi dengan film ber-genre romantic drama berjudul The Fault in Our Stars.


Well, sorry for a bit late to review this one, karena memang awalnya nggak ada niat untuk nonton film ini di bioskop. Rencananya sih pengen baca dulu novelnya karena beberapa temen yang bilang bahwa it is one of John Green’s masterpiece, tapi ternyata kenyataan berkehendak lain dan jadilah gue nonton ini meskipun telat banget, hehe.

TFIOS bercerita tentang sepasang remaja penderita kanker yang sedang menjalin cinta bernama Hazel Grace Lancaster (Shailene Woodley) dan Augustus Waters (Ansel Elgort) yang pertama kali bertemu di sebuah kelompok pendukung kanker. Hazel menderita kanker paru-paru stadium 4, sedangkan Gus menderita osteosarkoma yang menyebabkan kaki kanannya diamputasi. Hazel sangat menyukai novel berjudul An Imperial Affliction karangan Peter van Houten (Willem Dafoe), dan ia merekomendasikan Gus untuk juga membacanya. Gus sangat tertarik dengan novel tersebut dan itu membuat mereka rela terbang ke Amsterdam untuk langsung menemui van Houten karena mereka penasaran dengan ceritanya yang berakhir begitu saja setelah Anna, si pemeran utama dalam novel, meninggal akibat leukimia yang di deritanya. Di tengah kondisi Hazel yang sempat memburuk, juga kanker Gus yang tiba-tiba kembali menjalar di tubuhnya, they made such a marvelous story to be watched.


Bagi yang familiar dengan wajah pemeran utama Hazel dan Gus, mereka adalah Shailene Woodley dan Ansel Elgort, dua wajah yang juga bermain sebagai peran utama di film distopia berjudul Divergent (2014). Bedanya, ketika di Divergent mereka berperan sebagai kakak-adik, namun di film drama romantis ini mereka berperan sebagai teenage couple. Disutradarai oleh Josh Boone, film adaptasi novel karangan John Green berjudul sama ini memberikan warna segar tersendiri khususnya untuk genre drama romantis, setelah terakhir gue nonton The Lucky One.


Dalam film drama romantis, salah satu hal yang harus ditonjolkan adalah kekuatan cerita. Karena diadaptasi dari novel, rangkaian cerita sudah otomatis tersusun rapi untuk dipindahkan dalam sebuah script, tapi bukan berarti itu adalah hal mudah bagi seorang sutradara. Ia tetap harus memilah adegan mana yang cocok untuk difilmkan dan adegan mana yang harus tetap ada dalam buku, and I think Boone made it good, at least for the movie version. Boone juga membuat klimaks dalam twist as soft as possible untuk meminimalisir kerancuan cerita dalam film, dibuktikan dengan cerita yang padu dari awal hingga akhir.


Besides, nggak usah ditanya tentang penjiwaan hebat Sheilene dan Ansel yang emang keren banget, baik dalam berperan sebagai remaja berkanker yang sekarat sekaligus teenagers who are in love to each other. Mereka jelas membuat situasi genting menjadi semakin genting, dan situasi sedih menjadi semain sedih. It is not a broken-hearted story, but, like Hazel said, it is our choice to choose how to tell sad stories.


Unfortunately, gue belum punya kesempatan untuk baca novelnya, jadi gue nggak tau seberapa banyak hal yang terlewatkan dari novel ke filmnya. But, overall, if I may say, is good enough to those who starve of love stories. Happy watching! J


Rate: 8/10

The Fault in Our Stars
Drama – Romance
126 minutes

Director              : Josh Boone
Production Co  : Temple Hill Entertainment
Released              : 2nd July 2014(Indonesia)

Information and picture sources:

Should I Follow You?

"I miss the taste of a sweeter life, I miss the conversation
I'm searching for a song tonight, I'm changing all of the stations

I like to think that we had it all
We drew a map to a better place
But on the road I took a fall
Oh baby, why did you run away?

I was there for you in your darkest times
I was there for you in your darkest nights

But I wonder where were you,
when I was at my worst, down on my knees?
And you said you had my back?
So I wonder where were you
when all the roads you took came back to me?
So I'm following the map that leads to you,
the map that leads to you,
ain't nothing I can do,
the map that leads to you,
following, following, following to you..

I hear your voice in my sleep at night
Hard to resist temptation
'Cause something strange has come over me,
and now I can't get over you
No, I just can't get over you

But I wonder where were you,
when I was at my worst, down on my knees?
And you said you had my back?
So I wonder where were you
when all the roads you took came back to me?
So I'm following the map that leads to you,
the map that leads to you,
ain't nothing I can do,
the map that leads to you,
following, following, following to you.."

"Maps" by Maroon 5, in the upcoming V album


Yes, all the roads you took came back to me. 
Then, when I saw you right there in front of my eyes, I also saw your heart went away.
Ain't nothing I can do...

Selasa, 22 Juli 2014

#FoodSpot #16: CocoRico Cafe

Selamat petang, Bandung!

I’m back! Dengan membawa satu lagi review baru salah satu kafe atau tempat makan keren dan kece di Bandung pastinya. Namanya adalah CocoRico Cafe.

Picture source: www.tripadvisor.com

Letaknya sendiri di Bukit Raya Dago Pakar Timur, yaitu kalo lu dari arah Terminal Dago, terus aja ke atas lagi hingga nemu plang Sierra cafe, kemudian belok kiri. Jangan kaget dengan jalannya yang memang nanjak banget. CocoRico terletak sekitar 100 meter dari jalan utama tadi, di sebelah kanan, tempatnya cukup mudah dicari kok.

Terletak di kawasan Dago atas yang notebene adalah kawasan kuliner dengan pemandangan cityview yang super keren, CocoRico merupakan salah satu juaranya. Gimana enggak, kafe ini punya pemandangan yang sangat strategis untuk melihat Bandung’s lights secara jelas tanpa harus kedinginan dengan udara Dago karena dibatasi dengan kaca yang super besar menghadap langsung ke kota Bandung.



Selain itu, design interiornya CocoRico juga ketje abis. Kafe ini mengusung tema go green minimalis a la greenhouse lengkap dengan tanaman-tanaman bunga yang memenuhi hampir seluruh sudut kafe. Bawaannya seger dan betah kalo makan disini karena memang suasananya yang eyecatching banget, cocok untuk lu yang bosen dengan suasana kota Bandung yang padet dan rame.



Menu yang ditawarkan oleh CocoRico juga beragam, mulai dari makanan dan minuman western hingga lokal. Gue barengan temen gue beserta dua orang kru dari NET. TV (yang salah satunya senior gue, hehe) pesen menu yang memang chef’s recommendation, sekitar lima menu yang kebetulan untuk keperluan liputan segmen Lunch Break di NET. 12 hari Jumat mendatang. Menu-menu yang direkomendasikan adalah Soto Dangko, iga, bebek, sup iga, dan salad (sorry nggak sempet cek nama menunya apa, hehe), dan untuk dessert dan minumannya sendiri ada Es Aziz Ompong, Chocomint Blend, Blue Velvet, dan Pina Co Lisa.





Dari sekian banyak menu yang dipesan, gue kebagian nyicipin soto Dangko, salad dan dessert serta minumannya. Soto Dangko yang gue cicipin ini berasa creamy banget, karena memang nggak pakai santan sebagai bahan, melainkan pakai susu. Selain itu juga ternyata soto Dangko adalah perpaduan soto dari Sumedang dan Cilegon, dan yang bikin beda dengan soto-soto lainnya adalah adanya tahu dan tempe goreng di soto ini, juga ada tauge dan mentimun sebagai pelengkapnya.



Terus juga ada es Aziz Ompong, yang pada dasarnya adalah es campur, tapi dibuat berbeda dengan adanya tambahan tape di dalemnya. Untuk drink-nya yang udah dipesen, favorit gue adalah Chocomint, yang ternyata adalah coklat yang di-blend dengan rasa mint, terus pakai coklat serut juga. Untuk dua minuman yang lain, cukup seger sih karena asem manis nanas di Pina Co Lisa dan segernya soda di Blue Velvet.


Overall, I rate 8.5/10 for CocoRico Cafe Bandung.

Tertarik? Langsung aja dateng ke alamat di bawah ini untuk membuktikan langsung. J

Location         : Jalan Bukit Raya Dago Pakar Timur, Dago Pakar, Bandung.

Phone             : (022) 250 3262

P.S.:
Thanks to NET. TV especially Ka Yana Maunanya for the chance and also sponsoring us free nice foods. It's such a great pleasure. J

Kamis, 17 Juli 2014

#MovieCorner #16: Step Up All In

Warning! Spoiler alert!

Who’s want to see the battle dance in Vegas?

Gerombolan aktor-aktris campuran dari Step Up pertama hingga Step Up: Miami Heat (Step Up Revolution) siap ngajak lu untuk menyaksikan dance mereka di salah satu summer movie taun ini, dengan judul terbarunya Step Up: All In.


Melanjutkan kisah dari film-film Step Up sebelumnya, para dancer yang terpisah demi tuntutan hidup masing-masing kembali dipersatukan oleh Sean (Ryan Guzman) dan Moose (Adam Sevani) untuk mengikuti battle dance di Las Vegas dengan iming-iming hadiah kontrak selama 3 tahun untuk beraksi di klub paling terkenal di Vegas, Caesar Palace, yang notebane bisa mengatasi krisis keuangan yang mereka hadapi masing-masing. Kesempatan tersebut membawa Andie (Briana Evigan), Si Kembar Santiago (Martin and Facundo Lombard), Vladd (Chadd Smith), Kiddo (Mari Koda), Monster (Luis Rosado), dan yang lain kembali bergabung karena dance skill mereka yang tidak diragukan lagi dibawah nama LMNTRIX. Lolos dan masuk ke tahap eliminasi di Las Vegas tak hanya membuat Sean tertekan untuk menang, tapi juga justru mempertemukan Sean dengan keluarga lamanya, The Mob dibawah pimpinan Eddy (Misha Hamilton), yang ternyata menjadi rival di arena. Sean dan timnya harus berjuang lebih keras untuk memenangkan kompetisi tersebut dengan hasil yang tidak mereka harapkan.


Sama seperti keempat film Step Up sebelumnya, Step Up: All In ini nampaknya masih belum mau serius untuk mengemas ceritanya dengan apik. Terbukti dari keputusan sang sutradara, Trish Sie, yang masih menonjolkan berbagai atraksi dance tanpa memberikan kesan mendalam di segi plot atau cerita film.


Cerita cenderung datar, meskipun konflik cukup beragam. Konflik yang ditimbulkan dalam film juga masih sama dengan di film-film sebelumnya, yaitu tentang battle dance, krisis keuangan yang dihadapi baik personal maupun grup, yang juga diwarnai dengan drama romantis klise yang dimunculkan antar pemain. Semua konflik yang tersaji dalam film bukan merupakan hal sulit untuk dicari pemecahannya, tidak ada sisi yang menantang dari setiap rising action yang muncul. In other words, it is such a very simple-entertaining dance movie.


Untuk urusan visual-audio effect, it is such a mess. Step Up: All In hanya mengandalkan colorful side yang dimiliki Las Vegas, bukan kemegahan dari kesatuan unsur yang ditampilkan dalam Step Up Revolution. Dalam hal audio-pun, film ini masih agak kurang rapi di pemaduan backsound atau sound track dengan keriuhan dalam film. Lebih bagus dan rapi Step Up 3D dan Step Up Revolution kemana-mana.

Well, basically, since it’s not hard in story thingy, Step Up: All In ini masih cukup menghibur kok dengan adegan-adegan dance yang memukau. Menggunakan aktor-aktris dari film-film Step Up sebelumnya yang notebane udah dikenal karakter dan skill dance yang dilakoni masing-masing, lu bakal dibuat pengen ngikutin gerakannya dari awal hingga akhir film karena memang disitulah letak plusnya, meskipun ‘orang-orang lama’ tersebut masih menampilkan beberapa gerakan khas mereka yang sama di film sebelumnya.


Trish juga menyediakan cukup slot untuk beberapa dance rehearsal scenes, dan itu membuat penonton menikmati proses dari tiap dance yang dilakukan disana. Dancing is way much entertaining in this movie. And Moose is perfectly the man! This skinny-curly kid berhasil membangunkan animo penonton dengan dance khasnya, and also he was doing pretty good scenes with Camille.


Well, since I can say that this Step Up movie is entertaining enough, no harm for you to go to the theater and watch it. Happy watching. J



Rate: 6.8/10

Step Up: All In
Drama – Music – Romance
112 minutes

Director              : Thris Sie
Production Co  : Offspring Entertainment, Summit Entertainment
Released              : 14th of July 2014 (Indonesia)

Info and picture sources:
http://33.media.tumblr.com/518ac7b6f5124f625e07c164e1da8c8c/tumblr_n76hq1XvDf1qhow5oo1_500.jpg

Is This the Last Time?

"Here I am waiting, I have to leave soon
Why am I holding on?
We knew this day would come, we knew it all along
How did it come so fast?

This is our last night, but it's late
and I'm trying not to sleep
Cause I know when I wake, I will have to slip away

And when the daylight comes I'll have to go
but tonight I'm gonna hold you so close
Cause in the daylight we'll be on our own
but tonight I need to hold you so close

Here I am staring at your perfection in my arms, so beautiful
The sky is getting bright, the stars are burning out
Somebody, slow it down

This is way too hard
Cause I know when the sun comes up I will leave
This is my last glance that will soon be memory

And when the daylight comes I'll have to go
but tonight I'm gonna hold you so close
Cause in the daylight we'll be on our own
but tonight I need to hold you so close

I never want it to stop because I don't wanna start all over
I was afraid of the dark
but now it's all that I want, all that I want
all that I want...

And when the daylight comes I'll have to go
but tonight I'm gonna hold you so close
Cause in the daylight we'll be on our own
but tonight I need to hold you so close..."


"Daylight" by Maroon 5, in Overexposed album


If daylight means suffering, I would rather be in the dark.

Selasa, 15 Juli 2014

Would You?

"Cause you're a sky, cause you're a sky full of stars
I'm gonna give you my heart
Cause you're a sky, cause you're a sky full of stars
Cause you light up the path

And I don't care, go on and tear me apart
And I don't care if you do
Cause in a sky, cause in a sky full of stars
I think I saw you

Cause you're a sky, cause you're a sky full of stars
I want to die in your arms
Cause you get lighter the more it gets dark
I'm gonna give you my heart

And I don't care, go on and tear me apart
And I don't care if you do
Cause in a sky, cause in a sky full of stars
I think I see you
I think I see you

Cause in a sky, cause in a sky full of stars
Such a heavenly view
You're such a heavenly view..."

"A Sky Full of Stars" by Coldplay, in Ghost Stories album

What if I'm tired of being 'I don't care, go on and tear me apart'?
Would you stop and make me your sky full of stars?

#MovieCorner #15: Dawn of the Planet of the Apes

Warning! Spoiler alert!

The battle of the apes is hitting San Fransisco, who’s in?

Satu lagi film action dengan tense yang tinggi selain Transformers 4 dihadirkan untuk meramaikan musim panas 2014 ini. Yep, apalagi kalau bukan Dawn of the Planet of the Apes.


Film ini bercerita tentang kelanjutan hidup para kera setelah 10 tahun pasca menyebarnya virus Simian Flu yang menyebabkan punahnya umat manusia di bumi, sementara para kera terus tumbuh dan bertambah. Dipimpin oleh kera cerdas bernama Caesar (Andy Serkis) yang pernah dijadikan bahan percobaan dan awal mula penyebaran simian flu, ia memimpin kelompoknya yang bertempat tinggal di Muir Woods, San Fransisco Utara, dengan arif dan bijaksana. Para kera yakin bahwa bangsa manusia telah punah, sebelum mereka bertemu dengan sekelompok kecil manusia yang dipimpin oleh Malcolm (Jason Clarke) yang ingin memperbaiki bendungan di wilayah tempat tinggal para kera untuk menyokong kehidupan sejumlah umat manusia yang selamat dari penyebaran virus simian flu, dibawah pimpinan Dreyfus (Gary Oldman). Ketegangan dimulai ketika Koba (Toby Kebbell), kera terpercaya Caesar, yang tidak pernah percaya dan selalu berburuk sangka pada manusia karena luka di masa lampau sehingga ia terus mencari kesalahan dan berusaha memerangi manusia untuk membalaskan dendam masa lalunya. Pada akhirnya, perang antara manusia dan kera tidak bisa dihindarkan.


Sekuel lanjutan dari film pertamanya yang berjudul Rise of the Planet of the Apes ini bisa dikatakan sebagai merupakan pemuas dahaga ber-tense tinggi akan ekspektasi penonton terhadap film pertamanya. Tak heran, penonton yang terdaftar dalam IMDb.com memberikan nilai 8.6 untuk film keduanya ini, cukup jauh ratingnya dengan film pertamanya yang hanya mencapai angka 7.6 saja.

Banyak hal yang ditonjolkan oleh sang sutradara, Matt Reeves, sehingga film ini layak mendapat acungan jempol, diantaranya; pertama, Matt membuat twist satu ke twist yang lain dengan apik. Ia mengantarkan naik-turunnya klimaks dalam konflik dengan cukup teratur dan tidak terburu-buru sehingga membuat cerita ‘aman’. Tense yang ia buat di setiap konflik dirasa tepat pada waktunya, sehingga membuat penonton tidak terlena dengan rasa ‘aman’ dalam cerita yang mengekor pada kebosanan, melainkan  terus memberikan rasa tegang berkala.


Selain itu juga penokohan para kera cerdas yang tidak terkesan ‘maksa’. Semua karakter kera, terutama karakter utamanya, dibuat se-natural mungkin namun mendekati manusia yang kadang membuat penonton lupa bahwa mereka menonton tingkah laku binatang, bukan manusia. Hal itu membuat emosi karakter mudah dimengerti sehingga alur cerita mudah dipahami.


Dalam hal visual-audio effect, this movie has pretty much good! Apalagi dalam hal peletakkan karakter-karakter kera yang unbelievably awesome. Melihat teknologi motion capture yang semakin bagus dari satu film ke film lain saat ini, Dawn of the Planet of the Apes adalah salah satunya yang mengaplikasikannya tanpa cela. Efek yang sedemikian bagusnya membuat keberadaan mereka serta perang yang disajikan semakin nyata di mata penonton.


Sayangnya, dari sekian banyak adegan yang disajikan begitu hebatnya, Matt masih menyediakan sedikit slot untuk wasted scenes di pembangunan konflik dalam film yang tidak begitu berpengaruh pada kemenarikan dan kelangsungan cerita. But, it’s okay, hanya sedikit saja kok di bagian tengan dan tigaperempat menuju akhir film.

Overall, it is still a recommended movie to watch this summer. Happy watching. J

Rate: 8.5/10

Dawn of the Planet of the Apes
Action – Drama – Science Fiction
130 minutes

Director              : Matt Reeves
Production Co  : Chernin Entertainme
nt, 20th Century Fox
Released              : 11st of July 2014 (Indonesia)



Information and picture sources:

Senin, 14 Juli 2014

Always...

"I think of you, I haven't slept
I think I do but I don't forget
My body moves, goes where I will
but though I try my heart stays still
It never moves, just won't be led
and so my mouth waters to be fed

And you're always in my head
YOU'RE ALWAYS IN MY HEAD

This, I guess, is to tell you
you're chosen out of the rest..."


"Always in My Head" by Coldplay, in Ghost Stories album

What am I supposed to do when I can't chase you away from my head?

@10EngLitB, Thank You and So Long!

The moment when you realize that your college life is about to end. 

It might be over soon, but the memories will never be forgotten. 



Thank you and so long, classmates!


Bebek Garang, Monday 14th of July, 2014
English Language and Literature B 2010.
(Left to right: (Girls) Meli, Cinta, Novia, Teh Patty, Wida, Oiz, me, Hanif, Ana. (Boys) Upil, Ismi, Gulung, Abang, Dobes.

"Don't cry because you are leaving. Smile, because you were there."
- Unknown