Minggu, 23 November 2014

#MovieCorner #24: Interstellar

Warning! Spoiler alert!

Wanna join a space-mission to find another Earth to live?

Jika ya, bergabunglah bersama Matthew McConaughey dan Anne Hathaway dalam ekspedisi menuju galaksi lain untuk mencari planet layak-tinggal yang serupa dengan bumi, dalam film terbarunya yang berjudul Interstellar.

http://static.squarespace.com/

Penjelajahan di film Interstellar diawali dengan menceritakan bahwa  bumi berada di ambang kehancuran karena terkena bencana ekologi berupa kekeringan maha dahsyat yang mengakibatkan perubahan iklim ekstrim, kelangkaan bahan makanan, dan kelaparan bagi umat manusia. Adalah Cooper (Matthew McConaughey), seorang mantan pilot pesawat Antariksa yang predikat insinyurnya tidak dihargai dan pindah haluan menjadi petani untuk menyokong kehidupannya bersama kedua anak dan ayahnya.  Suatu saat, ia mendapat pesan anomali misterius setelah terjadinya badai pasir di kamar putrinya, Murph (Mackenzie Foy) berupa koordinat binary code yang merujuk pada suatu lokasi dimana stasiun NASA berada. Ia bertemu dengan Prof. Brand (Michael Caine), Amelia Brand (Anne Hathaway), dan beberapa ilmuwan lain yang sedang melakukan penelitian tentang ruang dan waktu, serta persiapan untuk melakukan perjalanan ke luar angkasa dalam misi menemukan planet lain yang layak untuk ditinggali. Coop diminta untuk menjadi pilot pesawat luar angkasa bersama timnya untuk melakukan misi yang dinamakan Lazarus tersebut, dengan berkorban meninggalkan keluarganya di Bumi. Bersama Endurance, nama timnya, yang berisikan empat orang; Coop, Amelia, Romilly (David Gyasi), dan Doyle (Wes Bentley), mereka melakukan perjalanan lintas galaksi melalui worm hole untuk menuntaskan misi dan menyelamatkan seluruh umat manusia dari kepunahan.

http://i.ytimg.com/

-----

Well, well, Christopher Nolan. Nama epic yang jelas sudah tak asing lagi di dunia perfilman, tak kalah dengan nama besar Quentin Tarantino, Tim Burton, bahkan Woody Allen dan Stephen Spielberg sekalipun. Kiprahnya dikenal luas lewat beberapa film fenomenal seperti trilogi Batman (Batman Begins (2005), The Dark Knight (2008), dan The Dark Knight Rises (2012)), serta The Prestige (2006), dan Inception (2010).

We should thank him for bringing Interstellar into the widescreen, karena di tangannya, Interstellar banyak mendapat decak kagum para kritikus dan penikmat film. Film yang mulanya akan ditangani oleh Stephen Spielberg ini berhasil meraup $153,102,427 dari awal premiere-nya hingga saat ini. Tak berhenti sampai disitu, Interstellar juga berhasil meraih angka fantastis di situs film terkemuka dunia, IMDb.com, yakni 9.0. So, apa yang membuat Interstellar dan nama Nolan begitu istimewa?

Chris Nolan, the genius behind his intellective films. Chris, atau Nolan, begitu ia akrab disapa, adalah sosok sutradara yang dikenal jenius dalam menelurkan karya-karya filmnya di Hollywood. Kemampuannya dalam mengolah dan ‘mempermainkan’ pemikiran manusia kerap menjadi ciri khas dari film-film yang ia buat, seperti filmnya yang berjudul The Following (1998) dan Memento (2000). Ciri khasnya yang lain adalah Nolan gemar membuat film yang banyak diperbincangkan, terutama di bagian alur dan ending cerita, seperti di film tentang konstruksi mimpi yang ia buat beberapa tahun lalu dengan melibatkan banyak bintang Hollywood seperti Leonardo DiCaprio, Joseph Gordon-Levvit, Tom Hardy, Ellen Page, Ken Watanbe, Cillian Murphy, dan Michael Caine yang berjudul Inception (2010). Melihat kesuksesan Inception, tak heran jika lewat Interstellar, Nolan mampu membangunkan animo penonton sebegitu besarnya untuk menonton karya fantastisnya, sekalipun karyanya itu dirasa sulit untuk dipahami oleh kalangan awam. Nolan is really the man!

http://schmoesknow.com/

Unusual plot with genius idea and background. Bukan Nolan namanya jika ia menyajikan cerita yang mainstream dan biasa saja. Melalui kerjasama dengan adiknya sendiri, Jonathan Nolan, Interstellar sendiri dianggap sebagai karya khas Nolan karena ide cerita yang unik dan menarik. Intinya, Interstellar dianggap sebagai film yang ‘berani’ karena melibatkan unsur sains yang kental, dengan berbagai kompilasi prinsip dasar Fisika modern dan biokimia namun tetap tak lepas dari drama apik yang mampu mengaduk-aduk emosi penontonnya lewat hubungan ayah-anak. Tak tanggung-tanggung, Nolan sampai menggaet seorang fisikawan teori dan ahli astrofisika kelas dunia, Prof. Kip Stephen Throne untuk mendasari cerita dalam filmnya tersebut. Tak heran, prinsip-prinsip dasar fisika modern seperti konsep relativitas umum Einstein yang menerangkan tentang konsep time dilatation (dilatasi waktu), intra-universe wormhole, hawking radiation dalam blackhole, cryonic suspension, gravitasi kuantum, juga teori biokimia seperti cryosleep system. Don’t worry, I’m not gonna discuss about that kind of theory, nggak capable soalnya. Nanti aja beberapa link pembahasannya gue lampirkan di bawah, ya. Intinya, Nolan adalah salah satu manusia keren yang dapat mewujudkan sebuah film ‘pintar’ yang bukannya membosankan, tapi malah membuat penasaran hingga akhir film. Great job!

http://thenypost.files.wordpress.com/

Marvelous effect and cinematography. Standing ovation to Hoyte van Hoytema, sang sinematografer di balik pembuatan film Interstellar. Keputusan Nolan untuk mendaulatnya di film ini dirasa cukup tepat. Pasalnya, Hoytema mampu menghadirkan suasana lur angkasa yang pekat, lebih baik dari film ber-setting luar angkasa lain, Gravity (2013). Hole dalam efek dan sinematografi hampir tak terlihat, menciptakan visualisasi nyata yang ciamik. Keputusan lain dari Nolan yang dirasa sangat tepat adalah pembuatan film bertema sci-fi yang tak mau unsur sci-fi-nya terlalu menonjol dan terkesan dibuat-buat. Bingung? Jadi begini, Nolan menegaskan secara langsung bahwa ia ingin Interstellar dibuat senyata mungkin, dengan tidak melibatkan unsur-unsur fiksi yng terkesan tak nyata. Atas dasar tersebut, Nolan mempersiapkan segalanya dari mulai melakukan diskusi sengit dengan Prof. Kip, hingga kostum astronot yang ia pilih sendiri untuk keperluan syuting yang notebane merupakan kostum asli yang paling terlihat senyata mungkin, bukan kostum yang sengaja didesain dengan tujuan agar Interstellar terkesan nyata.

http://www.hollywoodreporter.com/

The development and unpredictable character. Should I say that Matthew McConaughey is the real Cooper? Salut dengan penjiwaan dan pendalaman karakter yang seolah-olah nyata dengan lawan mainnya, terutama dengan ketiga karakter Murph yang ditampilkan berbeda usia. Selain itu, jika berbicara tentang emosi dan ‘kecerdasan’ yang memang sangat diusung dalam film ini, semua karakternya dirasa cukup meyakinkan, tak terkecuali karakter yang tak terduga, dr. Mann, yang diperankan oleh Matt Damon. They did pretty good job, there.

http://gamefob.com/

The detail that should be considered. Layaknya Inception, Interstellar penuh dengan ‘kunci’ yang terhubung dari awal hingga akhir supaya dapat dimengerti, dari mulai Murphy’s Law yang sering disinggung dari awal film, hingga peranan “they” dan dimensi lima di penghujung film. Selain teori-teori Fisika yang mendominasi, detail seperti itu sangat membantu untuk memahami lebih jauh karya Nolan yang satu ini. As I said before, Nolan memang suka jika karyanya banyak diperbincangkan oleh khalayak luas, jadi butuh pemahaman dan konsentrasi yang cukup baik untuk dapat memahami cerita hingga ending.

http://zerosumo.net/

Well, Interstellar is such a worth film to watch. Wajib! Terutama mereka yang #teamNolan (ya iya lah!). Seek for other films from Nolan, just can’t wait!


P.S.: Well, konsep dilatasi waktu terjadi untuk kita yang menikmati film ini dari awal hingga akhir. Durasi hampir tiga jam dalam film ini serasa lebih sebentar. Terbukti, kan?

Rate: 9.8/10

Interstellar
Adventure – Sci-fi – Action - Drama
169 minutes

Director              : Christopher Nolan
Production Co  : Legendary Pictures, Lynda Obst Production, Paramount Pictures
Released              : 7th November 2014 (Indonesia)

Referensi untuk penonton yang butuh rujukan dalam memahami konsep, cerita, bahkan ending Interstellar. Semoga membantu. J



Minggu, 09 November 2014

Halo, Pagi!

Halo, Pagi!
Apa kabar? Baik?
Datang tepat waktu kali ini rupanya.
Eh, kamu memang selalu datang tepat waktu ya, juga tepat tujuan.
Karena di dunia ini tak ada yang namanya kebetulan.
Pun hadirmu.

Jadi, kisah apa yang kamu bawa?
Aku ingin dengar langsung.
Bukan lewat hembusan angin, atau lewat tetesan embun.
Seperti yang selalu kamu lakukan di tempo hari.

Mari habiskan waktu yang kita punya
sebelum matahari meninggi
sebelum kita punya tujuan yang berbeda
dan sebelum kita berpisah karena sibuk dengan urusan masing-masing.

Temani aku, sini.
Membagi kisah,
cerita yang tanpa terasa ikut menghabiskan secangkir teh.

Menyenangkan, kan?

Pamit?
Secepat itu?
Baiklah, terima kasih sudah mampir kalau begitu.
Dan, walaupun sebentar, terima kasih sudah membagi rasa.
Menyenangkan.



Bandung, 8:46

Sabtu, 08 November 2014

#MovieCorner #23: Fury

Warning! Spoiler alert!

Brave enough to join a mission to attack Nazi soldiers?

Then you should come to Brad ‘Wardaddy’ Pitt and ask him to join his tank crew to do that. Tenang saja, itu bukan semacam serangan mendadak atau perang dalam versi nyata kok, melainkan mengenang sejarah akan kekejaman perang melawan Nazi lewat film  terbaru yang dibintangi oleh Brad Pitt, berjudul Fury.


Fury sendiri mengisahkan tentang peperangan yang dihadapi oleh tentara Sekutu melawan tentara Nazi Jerman pada peristiwa Perang Dunia II di bulan April tahun 1945. Adalah Don ‘Wardaddy’ Collier (Brad Pitt), seorang sersan yang bertindak sebagai komandan dari sebuah tank Sherman, serta tiga anak buahnya yang paling ia percayai, Boyd ‘Bible’ Swan (Shia LaBeouf), Trini ‘Gordo’ Garcia (Michael Pena), dan Grady ‘Con-Ass’ Travis (Jon Bernthal), yang telah melalui perang bersama-sama dalam tim sejak pertama dan tak pernah terpisahkan. Setelah melalui sebuah perang sengit yang membunuh salah satu rekan terbaik mereka dalam tank dan hanya menyisakan mereka berempat sebagai pasukan yang tersisa, mereka harus kembali menghadapi misi mematikan persis di belakang garis musuh. Dalam keadaan kalah jumlah serta minimnya persenjataan, juga kedatangan salah satu tentara rookie yang sedikit menyusahkan bernama Norman Ellison (Logan Lerman) ke dalam pleton mereka, Wardaddy dan rekan perangnya menghadapi peluang besar dalam aksi heroik mereka dalam menyerang jantung pasukan Nazi di Jerman. Mampukah mereka mengalahkan tentara Nazi dan membawa kemenangan bagi Sekutu?


David Ayer, sutradara dari film Fury ini, nampaknya dapat dikategorikan sebagai orang yang berhasil mewujudkan film perang sarat akan sejarah yang jauh dari kesan membosankan ini. Pasalnya, saat penayangan perdananya, Fury berhasil meraup sekitar $23 juta dollar AS, jumlah yang dinilai cukup fantastis dalam premiere sebuah film penutup musim gugur ini. Tak hanya itu, situs film ternama IMDb juga memberikan angka 8.1 untuk film perang ini, sebuah nilai yang dipatok sangat tinggi untuk menggambarkan kesuksesan Ayer dalam mengarahkan Fury.


Jalan cerita yang berusaha disampaikan Ayer dalam film ini merupakan salah satu alasan mengapa ia patut mendulang pujian lewat film perang ini. Ayer, yang memang terkenal pernah beberapa kali menyutradarai film bertemakan laga dan kekerasan ini, berhasil membuat Fury jauh dari kesan ‘film perang standar yang memiliki sisi membosankan di beberapa adegannya’. Layaknya film perang, Fury merupakan film brutal dan sadis, namun juga dramatis dan thrilling di waktu bersamaan. Tak hanya itu, sejumlah twist yang disajikan oleh Ayer juga dikemas cukup apik dan membangun rasa penasaran yang cukup intens sehingga membuat setiap adegan dalam Fury begitu mengesankan, dalam artian adegan-adegan film disana sayang untuk dilewatkan dengan ending yang cukup mengejutkan dan tak terduga.


Urusan sinematografi dan efek visual, Ayer dirasa telah melakukan keputusan tepat dengan mendaulat Roman Vasyanov sebagai sinematografer. Bagaimana tidak, tampilan yang disajikan dalam film Fury cukup memuaskan mata penonton, meskipun format film disajikan hanya dalam bentuk 2D saja. Vasynov membuat tiap detail adegan perang disana dengan cukup apik dan terarah, dengan meminimalkan picture hole dari setiap scene. Terlebih, mengadaptasi suasana perang pada tahun 1945 tidaklah mudah, mulai dari situasi dan kondisi, suasana yang disesuaikan dengan latar dalam film, kostum, bahkan tank-tank asli pada PDII yang diikut-sertakan dalam film membuat perjuangan mereka di balik layar film ini tak sia-sia dan layak mendapatkan acungan jempol. Satu lagi, adegan perang yang merupakan elemen paling penting dalam film ini dibuat begitu dramatis dengan menampilkan efek laser pada setiap tembakan, it was brilliant!


Dalam urusan karakterisasi di film ini, the cast did such a great work! Diantara kelima sosok dominan utama dalam Fury, sosok Norman Ellison yang dimainkan oleh Logan Lerman-lah yang mengalami pengembangan karakter paling signifikan. Role-nya yang memang menggambarkan sosok pengecut di awal film mulai berkembang dan menyesuaikan dengan kebiasaan keempat karakter awak tank yang lain. Lerman memainkan perannya dengan cukup baik disana, diikuti dengan peran karakter lain yang dimainkan oleh Pitt, LaBeouf, Pena, dan Bernthal, yang diolah dengan cukup unik oleh masing-masing aktor.


Overall, Fury adalah rekomendasi wajib bagi penyuka film perang dengan tense yang intens dan berkualitas. So, what are you waiting for? Go watch Fury!


P.S.: Gue nggak begitu suka dengan film perang sebenarnya, tapi Fury mengubah pandangan gue bahwa nggak selamanya film perang begitu membosankan. Thanks to David Ayer!

Rate: 9.5/10

Fury
Action – Drama – War - Thriller
134 minutes
Director              : David Ayer
Production Co  : Columbia Pictures, QED International, Lstar Capital
Released              : 17th October 2014 (Indonesia)

Information and picture sources:
thetfs.ca

Dan, (Lagi-Lagi) Rindu...

Menurutmu, apa lagi yang bisa datang kepada seorang anak manusia yang sedang dilanda rindu, selain keinginan yang memuncak untuk segera melepaskan rasa yang membuat sesak di dada itu?
Rindu, indah?
Omong kosong.
Rindu itu siksa, juga candu.
Begitulah...
Menjadi anak manusia, belum lengkap rasanya bila dalam kehidupannya belum dipenuhi dengan perihal cinta-cintaan, serta sekian juta variasi rasa yang kadang pelik, namun kadang saking manisnya hingga menjadi giung.
Berkenaan dengan rindu tadi...
Apakah kamu rindu aku juga?
Jika tidak, keterlaluan.
Mungkin aku hanya membuang waktumu dengan mengisi hari-harimu di masa lampau.
Rindu ini egois, memang.
Sukanya melahirkan pemikiran-pemikiran usil.



Bandung, 20:24