Jumat, 21 Juni 2013

#MovieCorner #1: Man of Steel (2013)

Spoiler alert! Jadi untuk yang belum nonton dan ngga mau tau dulu ceritanya, mending jangan dibaca.




Siapa, sih, yang ngga kenal Superman? Superhero yang sudah muncul dari puluhan tahun yang lalu dan telah melibatkan beberapa aktor tampan untuk memerankannya. Sebut saja Kirk Alyn yang mulai memerankannya dari tahun 1940-an, hingga Brandon Routh.  

Musim panas ini, kembali hadir di bioskop tokoh super yang satu ini. Dengan judul Man of Steel, sang sutradara Zack Snyder berhasil membawa era baru untuk Superman. Di tangannya pula lah, Man of Steel dirasa berhasil untuk mengobati seri Superman sebelumnya, Superman Returns (directed by Brian Singer), yang dianggap gagal. Mengapa gagal? Karena peran Superman yang dimainkan oleh Brandon Routh menjadi boomerang. Routh dianggap terlalu mirip dengan Christopher Reeve (pemeran Superman: The Movie hingga Superman IV) yang kemudian menimbulkan image bahwa film mereka berkesinambungan.

Kembali pada Man of Steel, produser brilian Christopher Nolan juga turut andil dalam pembuatannya, karena itu kesan gelap dan dramatis sangat terasa kuat, seperti dalam The Dark Knight Rises dan Inception. Nolan juga membuat detail Man of Steel sangat kuat.

Snyder membuat penonton melupakan seluruh seri Superman sebelumnya, karena Man of Steel dirancang berbeda. Film ini diawali dengan setting di Planet Krypton yang sedang menghadapi kehancurannya. Adalah Jor-El, yang menentang takdir hidup Krypton's people yang ditentukan oleh penguasa, bukan oleh diri mereka masing-masing sebelum mereka lahir. Sebelum planetnya hancur, ia dan istrinya mengirim anaknya, Kal-El, ke bumi untuk menemukan takdir besar yang akan dihadapinya .Jendral Zod, yang kontra dengan Jor-El menentangnya habis-habisan. Ia berambisi untuk tetap menjalankan takdir orang-orang Krypton dan akhirnya membunuh Jor-El. Jendral Zod dan pasukannya kemudian diasingkan.

Kal-El yang berhasil diluncurkan kemudian sampai di bumi dan dibesarkan oleh orang tua angkatnya di Kansas. Diberi nama Clark Kent, ia hidup dengan kekuatan super yang tidak dimiliki oleh orang-orang bumi yang membuatnya dikucilkan. Ayah angkatnya melarang untuk menggunakan kekuatannya hingga kemudian sang ayah meninggal karena tornado. Ayahnya berulang kali mengingatkan bahwa Clark dikirim ke bumi pasti dengan suatu alasan, dan Clark bertahun-tahun menjelajah untuk mencari alasan tersebut. Setelah ia dewasa, alasan pengirimannya ke bumi terungkap satu demi satu. Kemunculan Jendral Zod yang berhasil melarikan diri karena kehancuran planetnya juga menjadikannya sebagai musuh utama yang dihadapi oleh Clark. Dengan begitu bisa disimpulkan bahwa Snyder menciptakan sejarah untuk Superman, by  mengangkat cerita darimana dan bagaimana Superman bisa ada di bumi. Dengan kata lain, itu adalah permulaan dari Superman.

Film berdurasi 143 menit ini mampu menyihir penonton untuk terus menonton dari awal hingga akhir. Ceritanya yang apik membuat penonton tidak merasa bosan. Tak hanya itu, yang paling patut dikagumi habis-habisan adalah visual effect dan sound yang membuat penonton mungkin menahan nafas karena Snyder membuat penonton seperti terlibat dalam adegan pertarungan disana (akan lebih terasa jika ditonton dengan format 3D). Man of Steel dirasa menempati posisi terdepan, apalagi saat ini keuntungan yang diraup telah mencapai angka $117M (versi IMDb.com), jauh keuntungannya dengan posisi kedua yang ditempati oleh This Is The End yang hanya meraup keuntungan sebesar $20.7M saja.

Tak hanya itu, ulah Snyder yang lain adalah merekonstruksi kostum Superman sehingga tak lagi terlihat tampilan celana-dalam-di-luar seperti versi-versi Superman sebelumnya. Itu membuat Superman terlihat lebih gagah dan berkharisma. Henry Cavill, yang sebelumnya akan memerankan Edward Cullen di Twilight Saga, juga memerankan Superman dengan sangat baik. Tidak sia-sia usahanya memperbaiki postur badan dan latihan berbulan-bulan karena penonton akan puas dengan penampilannya yang tak hanya menjual tampang, namun juga keahliannya dalam berakting di layar lebar dan membuat Snyder puas. Sosok Lois Lane yang diperankan oleh Amy Adams juga tak kalah mengesankannya. Ia berhasil membangun karakter Lane yang cerdas dan ambisius untuk mendapatkan berita, serta pembawaannya dengan sosok Clark Kent juga patut diacungi jempol. Peran Jor-El yang diperankan oleh Russel Crowe cukup baik. Crowe membuat Jor-El mendapatkan kharismanya sebagai seorang ayah dari Kal-El dan juga kepala keluarga. Ia bertanggung jawab sepenuhnya untuk masa depan anaknya dan apa yang akan dihadapinya kelak, dan Crowe berhasil membangun image sosok tersebut.

Secara keseluruhan, penilaian untuk Man of Steel sendiri termasuk predikat 'incredibly awesome' karena ini pertama kalinya visual effect seperti itu muncul di layar lebar (bahkan The Avengers yang notebane melibatkan lima superhero itu pun jauh kualitasnya), CMIIW. Jadi jika bingung akan menonton apa untuk weekend ini, Man of Steel adalah pilihan yang sangat tepat.


Rate: 9/10

P.S.: Sekuel Man of Steel telah dipersiapkan, semoga jauh lebih hebat dari Man of Steel saat ini.

Man of Steel
143 minutes
Action - Adventure - Fantasy

Director: Zack Snyder
Writer: David S. Goyer
Producer: Christopher Nolan
Warner Brothers



Sabtu, 15 Juni 2013

New Chapter

Apa, sih, yang kamu pikirkan ketika kamu bangun tidur pagi ini?
List kegiatan seharian penuh yang padat? Tugas yang belum sempat dikerjakan? Beberapa orang yang akan kamu temui hari ini dengan segala urusannya?
Mungkin juga beberapa pikiran lain yang tenang-tenang saja karena ia tak mesti mengerjakan rutinitas-rutinitas sibuk yang mungkin menyita waktu dan tenaga.

Beberapa pikiran itu mungkin menggumam, jenuh rasanya untuk menghadapi apa yang ia harus hadapi, atau bahkan jenuh karena ia tak memiliki apapun untuk dihadapi. Jenuh,  hal yang  tercipta apabila kita sudah terlalu sering melakukan suatu hal yang sama, suatu hal yang kita sendiri sudah hafal karakteristiknya.

Beberapa orang bertahan, karena ia tahu pada awalnya ia sangat menginginkan hal yang ia jalani sekarang. Apa yang ada di benaknya hanya bagaimana cara ia bertahan dan terus menjalani dengan senang hati.
Namun kebanyakan orang mengeluh. Tak sedikit dari mereka yang mengumpat sana-sini, mencari cara agar ia mendapatkan rutinitas yang baru dan tidak membosankan, dan banyak lagi.

Banyak dari mereka yang tidak menyadari, bahwa apa yang mereka jalani adalah hal yang baru di setiap harinya. Mereka melakukan rutinitas yang sama di setiap harinya tanpa menyadari apa yang mereka lakukan sama sekali tak sama seperti hari kemarin.

"Akan ada sesuatu hal yang baru datang setiap saat selama kamu hidup dan bergerak."
Selama kamu hidup dan bergerak saja kamu sudah mendapati hal yang baru, apalagi di setiap pagi saat kamu membuka mata.

Kesalahan orang selama ini adalah mereka tak pernah menyadarinya. Menyadari bahwa hal yang harus  mereka lakukan setiap harinya adalah tetap sadar. Terbayang berapa banyak waktu yang orang habiskan untuk melewatkan opportunities yang sangat berharga, dibandingkan dengan keluhan yang mereka keluarkan.

Jadi ketika kamu membuka mata di pagi hari, bukalah cakrawala pikiran dengan menyadari. Imbalannya? Kamu tak akan merasa jenuh.

"It's what we call new chapter of life."

Sabtu, 01 Juni 2013

Bandung, 1 Juni 2013

Matahari menopang sore nan ganas, kemudi angin masih macet dibelenggu waktu.
Gedung-gedung baru berlari, tak ingin dimakan jaman
Aku pun masih bingung, mengapa biru ini tak enggan untuk tinggal

Tak ada yang patut disayangkan,
Lalu teriakan-teriakan manis ini serta merta menggulung peluh

Waktu tak pernah berhenti tertawa
Apa yang mereka tertawakan? Huh...hah...huh...hah

Seketika bayangan pecahan api di lilin putih muncul
Halus, tanpa asap

Waktu semakin menderu, bulan pucat
Senyum gelap itu tak pernah bisa menahanku
:)
Air tempatku berdiri meruntuhkan titik bias
Ketika itu pula aku layangkan pandang lurus ke depan, tepat dimana ragamu berada
Aku tak memiliki pelabuhan lain untuk perahuku berlabuh.

Indonesia Movie Industry: Gain or Challenge

Movie is an entertainment media which is not strange anymore at this time. It would not be difficult for movie lovers to find out the interesting movies in terms of story line or only the entertainment to release fatigue. Cinemas are everywhere, especially in the big cities. Movie lovers can easily access the website available to know the title, synopsis, until the schedule of the movies itself in all over the world.

In Indonesia, the big cities such as Jakarta, Bandung, Yogyakarta, and Surabaya have a large number of cinemas and also movies aired after another. However, it could be discovered that there are still many of Hollywood movies dominated in every cinemas. On the official website of cinema 21 and XXI in Indonesia,21cineplex.com, is seen that the amount of Indonesian movie aired in Bandung only four of the total of eleven movies. The rest are Hollywood movies in various genres.


The fact above shows that the amount of movies made by Indonesian still under the average of Hollywood movies. The comparison between Indonesian movies and Hollywood movies depends on the quality of the movies itself. “Indonesian movie industry is still far behind Thailand movies that advance rapidly. However, the quality of Indonesian movies nowadays is better than the previous years, indeed,” said Ryan Aditya (23), the editor of Cinemags magazine.


Talking about the quality, Indonesian movies cannot be separated from positive and negative sides that affected in a row of the development of the Indonesian movies itself. Ryan added that the positive side of Indonesia movies is the progress of the quality from the movies, both in terms of story line and also the technique aspects, while the negative side is most of Indonesian popular movies are adapted from popular novels. It is almost hard to find Indonesian movies with the original script that explode in the movie industry and have a strong and good quality of the story. Different with Hollywood which can develop original story without adapted from books or novels which cause Indonesian movies are difficult to develop and do not have the original story.


Indonesian movies also have not find out a new phase in taking movie genres. Currently, most of the movies made by Indonesian filmmakers are dwelled in drama, comedy, and horror, as stated by Ryan, “Drama and romance are the most developed genres in Indonesian movie industry, especially those which give dreams and hopes, for example Laskar Pelangi (The Rainbow Troops) and 5 cm. There were also religion theme, such as Ayat-Ayat Cinta (Love Verses) and Sang Kiai. The latest genre appears is action, for instance The Raid.”


Unfortunately, most of Indonesian action movies aired all this time were made by foreign directors, for example The Raid, directed by Garet Evans from the UK. Then recently a movie entitled Java Heat was directed by Conor Allyn from the US, which involves foreign famous Hollywood actor, Kellan Lutz (as Emmett in Twilight series) and Mickey Rourke (as Ivan Vanko in Iron Man 2). It seems that Indonesian filmmakers are rarely dare to take the challenge to do the same as the foreign director did.



Java Heat movie poster


Quality experienced by Indonesian movies can help to find out excess and shortage which can lead to the benchmark of the Indonesian movies development at the present. Ryan stated that the excess of the current Indonesian movies is a large number of new idealist filmmakers who want to lead Indonesian movies to be better. The motivations which make the filmmakers try to give the best are the high-level of competition-feeling and also they want to make something extraordinary, whereas, still there is a shortage videlicet lies in term of execution and the diversity of the genres.

Based on the Ryan’s point of view, Indonesian movies are assessed to the seasonal. For instance, if there is a movie with religion background appears and can attract a lot of audiences, other directors try to make new one with the same background also to attract a lot of audiences. It is all about advantages or gain. “There must be audiences of each genre of the movies,” he continued. “Movie performers, especially those who have asset, are still dwelled on market demand (profit oriented) and do not want to take risks to try something new. It answers the question why Indonesian movies still have lack of creativity. Indonesia needs young fresh filmmakers who have new ideas, those who dare to think out of the box, out of market genres. Seeing this kind of development, the quality of Indonesian movies are still far away from Hollywood movies. Nevertheless, if there are so many young filmmakers with their fresh ideas and have the ability of break the challenge, Hollywood’s quality is in Indonesia’s hand. (Aulia Angesti, 1002794)