Tampilkan postingan dengan label people. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label people. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 Juni 2014

The Most Dangerous Thing

Ketika orang-orang telah melakukan banyak cara untuk menyelesaikan pekerjaan mereka, no matter what the works are, mereka telah melakukan pengembangan terhadap diri mereka sendiri.

Pekerjaan yang dilakukan, berpengaruh mentally and physically terhadap para pekerjanya since they are accused to do it well.

Mentally, because the works need the capability of people to make it perfectly done by their knowledge of the works.
Physically, because the works need people's body to run the works, whether to do the extremely hard job or the simple one.


Tapi, when it is done, jangan cepat merasa puas.

It is the most dangerous thing.


Kamis, 15 Mei 2014

We Live to Choose

"Hidup adalah pilihan."

adalah salah satu quote yang bagus, namun menjadi salah satu quote yang juga paling gue benci. Pilihan terlihat seperti kutukan. Selama kita hidup, ya selama itu pula-lah kita harus menghadapi ribuan opsi untuk dipilih. Sudah terlihat menjengkelkan? Belum? Oke gue lanjutin.

Hidup, bagaimanapun dan dari sisi manapun kita melihatnya, tidak pernah terlihat mudah. Hidup bukan hanya tentang bernafas dan mempekerjakan panca indera kita sebagaimana mestinya, namun hidup juga mengharuskan kita untuk selalu menghadapi resiko. Dan resiko-resiko tersebut ada karena berbagai pilihan yang kita ambil maupun kita tidak ambil.

Choosing is not only about determining what we want or where to go. Choosing is determining the path, our path.

Layaknya hidup, pilihan juga tak selamanya mudah. Kadangkala kita harus menentukan mana yang terlihat lebih baik dari banyak hal yang paling tidak kita sukai. It won't be easy. It will never be easy, as I write it here.

One thing that you should remember is what will make your life better.
Pilihan nggak selamanya akan membawa kita ke jalan yang lebih mudah, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa pilihan akan menuntun kita ke jalan yang lebih baik.

Seperti yang gue bilang di atas, memilih bukanlah merupakan sesuatu yang mudah, jika situasi dan kondisinya juga sulit. Namun apa yang membuat hidup kita lebih baik, akan memudahkan meminimalisir resiko negatif yang mungkin ditimbulkan dari apa yang kita pilih.

Well, we live to choose, and nothing we can do about that. But we can choose the option that will make our life better. Not easier, but better, and it's more than enough to minimize the bad risk that might come later.

Jumat, 18 April 2014

'Do Something!' or 'Do Something?'

Pernah ngerasain yang namanya disorientasi dalam segala hal? Waktu? Visi misi hidup? Or many others?

Gue pernah. Sering malah.
For your information, saat ini status gue adalah seorang mahasiswi tingkat akhir di sebuah universitas negeri di Kota Bandung. Nggak banyak hal yang gue kerjakan mengingat kuliah cuma tinggal nuntasin dua mata kuliah lagi lanjut skripsi yang revisi proposalnya aja sedang dalam proses penggarapan tiada akhir akibat minim ide. Sorry jadi curhat colongan, tapi sebenarnya bukan itu yang jadi permasalahan utama disini. What I'm facing right now is 5W1H for my own life, in other words, I don't know what I'm going to do with my life.

Hanya ambil dua mata kuliah adalah suatu permasalahan besar bagi gue yang sukanya ngider kesana-kemari, craving for interesting and fun activitiy(es). Kuliah cuma hari Selasa dan Kamis, itupun beres pagi. Nggak ada aktivitas lain, nor kesibukan yang sama dengan beberapa semester kemarin. You know what? It's kinda the most boring phase of life, I guess.

Permasalahan besar lainnya? I have no special skills to kill time and making something fun and beneficial. Ordinary person with ordinary life. How pathetic and such a cliche.

Then I think and realize something.
Human beings were created in this world with tens, hundreds, thousands, or even millions chances which have been set from the beginning. Artinya, semua orang yang lahir di dunia sudah dirancang untuk mendapat sejumlah tawaran menarik untuk diterima. Dan semua kesempatan itu, baik atau buruknya, akan membawa mereka untuk memasuki fase hidup selanjutnya.

Pertanyaannya adalah darimana datangnya kesempatan tersebut?
Dan jawabannya adalah: beragam.
Ada yang susah payah dicari, ada yang datang tanpa diduga, ada yang dengan cara mudah dan ada juga yang dengan cara sulit.
We play with many possibilities here, dan yang harus kita lakukan adalah: do something.

Klise, memang. But trust me, it works. It works so many times.
Gimana caranya kerjaan datang tanpa lu apply duluan? Gimana caranya lu dapet jodoh? Gimana caranya lu bisa jadi sarjana?
The answer is very simple; karena ada sesuatu hal yang udah lu lakuin sebelumnya, sadar atau nggak sadar. Dengan kata lain, kalo lu nggak ngelakuin apapun, kesempatan juga nggak akan melakukan apapun untuk hidup lu.

Pretty simple, isn't it? The answer is only about 'do something'. Karena sesederhana apapun yang lu lakuin, lu bakal menuai hasil dari hal tersebut. 

You'll get what you've paid, no less, no more.

Setidaknya hal itulah yang gue percaya sampai saat ini. Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai. Ketika lu ngerasa bahwa nggak banyak kesempatan yang datang menghampiri, percayalah bahwa lu belum cukup melakukan sesuatu sehingga kesempatan-kesempatan tersebut juga belum siap untuk menghampiri lu.

Get prepared, then you'll ready to go. Good luck! :)





P.S.: Gue nulis kayak gini karena gue merasa udah saatnya gue melakukan sesuatu untuk membuat hidup gue di masa depan terjamin. Pengalaman adalah guru paling baik, juga guru paling ampuh untuk banyak mendekatkan kesempatan yang kita harapkan. Alhamdulillah, beberapa kesempatan datang dengan begitu mudahnya. Kalo kata slogan salah satu brand mah: Just do it!

Minggu, 16 Februari 2014

Choose, Alone or Lonely?

If you have to choose between those two conditions, alone or lonely, what will you choose?

Sendiri?
Kesepian?
Tentu bukan satu kata dengan arti yang sama.
Orang yang sendiri belum tentu kesepian. Begitu pula orang yang kesepian belum tentu sendiri. Yes, we live in the complicated world, indeed.

sen·di·ri adv 1 a seorang diri; tidak dng orang lain: ia tinggal -- di rumah itu; ia pergi ke Bandung -- saja;2 a tidak dibantu (dipengaruhi) orang lain: rencana itu adalah hasil pikirannya --; 3 a tidak dibantu alat lain; otomatis: radio yg dapat berhenti --; berdiri -- , tidak diperintah orang lain; 4 nkepunyaan dr yg disebut (yg bersangkutan), bukan kepunyaan orang lain: ia tinggal di rumahnya --; 5 n diri dr yg bersangkutan (bukan wakil atau pengganti); orang yg sesungguhnya (berkepentingan): pelamar harus datang --; dr dia -- saya tidak pernah menerima surat; 6 aterpisah dr yg lain; terasing; sendiri-sendiri: setiap orang diperiksa --; 7 a yg paling: ia selalu mau menang -- , tidak mau menghiraukan pendapat orang lain;

ke·se·pi·an n 1 keadaan sepi; kesunyian; kelengangan: radio itu dipasangnya keras-keras untuk mengusir -; 2 perasaan sunyi (tidak berteman dsb);


See the difference, right?
Beberapa orang mungkin akan memilih sendiri, sedangkan beberapa yang lain mungkin akan memilih kesepian. 
Namun, alasan yang diberikan untuk memilih dua keadaan tersebut bisa saja serupa, mengingat kedua arti kata tersebut juga bisa dibilang 'serupa tapi tak sama'.
Bisa saja orang yang bersangkutan memilih ingin sendiri karena ia memang sedang menginginkan kesepian atau ketenangan, di waktu tertentu.

But, if I have to choose, I prefer be an alone person rather than the lonely one.


P.S.: How could the lonely persons survived? How could they possibly live in that kind of condition? Just wondering.


Source: http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php

Sabtu, 08 Februari 2014

Tertinggal

"Nothing is impossible in life because we live in possible world."

Sebagai manusia, ada kalanya kita merasa tertinggal dan ditinggal. Tertinggal, karena kita merasa bahwa orang-orang terlalu cepat melangkah, bahkan berlari untuk mengejar tujuan dan cita-cita hidupnya. Sementara hidup gue cuma disini-sini aja. I feel like my future is blurred.

What's next? Gue ngga akan berkembang kalo terus kaya gitu. Gue ngga bakal maju kalo gue terus-terusan pesimis. Iya kan? You feel like your future is blurred...by your own pessimist, right?

What if we start to change? Minimal niat dulu buat berubah. Nggak ada orang yang nggak pengen berubah jadi lebih baik dari diri dia sebelumnya. Bahkan gue percaya kalo koruptor sebenarnya ingin 'bersih', hanya saja keadaan dan kesempatan yang salah yang membuat dia salah.

We have to transform all of our pessimist ideas to the optimist and good one. Remember the power of idea? The power of 'niat'? We should have it in our mind and ourself.

Lu yang harus yakin dengan apa yang lu punya dalam diri lu. Lu ngga bisa nyontek a whole your life. Lu ngga bisa ngga berusaha untuk bisa selamanya. Selalu ada motivasi di setiap kesempatan. Untuk jadi diri lu sekarang nggak mudah. Sementara temen-temen lu udah di Inggris, lu masih kejebak banjir di Jakarta. The world can't wait forever your your turn. Take a chance now, or it'll lose forever.

Lu bisa ngejar mereka, selama lu ada niat dan mau sepenuhnya berusaha dan yakin akan kemampuan lu sendiri.


Sat, 21:31.

Kamis, 15 Agustus 2013

Big City or Small Town

Mudik lebaran kemarin membawa beberapa pikiran iseng di benak gue. Perjalanan dengan melewati jalur Selatan pulau Jawa dari Bandung hingga Madiun itu brought me to the assumption:

"Bahwa masyarakat di kota-kota kecil atau pedesaan mungkin bisa lebih produktid dibandingkan dengan masyarakat di kota-kota besar."

Produktif disini adalah masyarakat tersebut akan lebih fokus untuk mengerjakan banyak hal dibandingkan dengan masyarakat kota besar.

Why? Karena sedikitnya disturbance yang ditimbulkan di kota kecil atau desa.
Contohnya: Saya sebagai mahasiswa yang berdomisili di Bandung kadang merasa sering mengabaikan tugas kuliah demi menonton film-film terbaru, atau tergiur membuka linimasa Twitter yang notebane tidak pernah memakan sedikit waktu. Selalu keasyikan dan lupa waktu.

Faktor disturbance tersebut ya karena akses hiburan di Bandung lebih mudah ketimbang kota-kota kecil atau bahkan pedesaan yang kadang untuk mencari sinyal provider saja harus mengacung-acungkan handphone.

Sebenarnya, masyarakat di kota kecil dan pedesaan mestinya bisa lebih produktif karena gangguan-gangguan seperti itu akan jarang terjadi.

Bagaimana menurut Anda?


Rabu, 14 Agustus 2013

Naskah

Ada yang mengganjal hatiku ketika aku berjalan di salah satu jalan protokol di kota kembang ini. Entah mengapa pula aku memutuskan berjalan. Sehabis makan siang di warung soto pinggiran dekat kantor tadi aku memutuskan tak langsung pulang ke rumah.
Matahari tak menunjukkan taringnya siang ini, ia hanya menyeringai. Namun di tempatku berjalan ini teduh, rangkaian pepohonan tak berhenti sejauh mata memandang. Lumayan lah, jalanan ini sejuk dibandingkan jalan-jalan lain seperti jalan Gatot Subroto, atau bahkan jalan Soekarno Hatta yang tergolong gersang.
Berniat memutari beberapa blok di jalanan ini saja, lagipula sudah lama aku tak memiliki waktu senggang dan sendiri seperti ini. Kerjaan di kantor akhir-akhir ini semakin menggila saja. Aku pun turut menjadi korban dari kegila-gilaan tersebut untuk beberapa minggu, sebelum akhirnya atasan marah atas kegilaanku kemudian aku dipecat siang tadi. Disinilah aku setelah itu, siapa tahu pikiranku bisa tenang dengan menikmati udara yang lumayan ramah ini.
Heran juga Bandung bisa sesepi ini, hanya beberapa mobil yang lewat di menit-menit terakhir. Padahal jalanan ini merupakan jalanan yang termasuk ramai, bahkan bisa sampai macet jika weekend datang. Tentu saja plat-plat luar kota jauh lebih banyak mendominasi, hingga penduduknya sendiri merasa malas untuk berjalan-jalan di Bandung di hari-hari libur tersebut. Syukurlah ini bukan weekend dan aku bisa leluasa menikmati suasana ini.
Lelah berjalan kemudian berhenti di warung pinggiran, memesan air mineral botolan kepada ibu pemilik warung dan duduk di kursi kayu seadanya yang sudah disediakan. Tanganku merogoh ke dalam tas dan mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalamnya, melihatnya sebentar dan terdiam. Kertas-kertas ini lah yang membuatku dipecat siang tadi, laporan bidang yang tak sesuai dengan laporan perusahaan.
Semenjak menjabat beberapa minggu lalu, atasan baru di kantor tempatku bekerja sudah memecat tiga orang, termasuk aku. Ia tak puas dengan kinerja kami, katanya. Sejak awal ia masuk pun sudah membawa hawa tak enak. Galak, juga tak berperasaan terhadap pegawainya. Wanita yang ingin terlihat perfeksionis. Aku maklum, ia putri satu-satunya dari si pemilik perusahaan, wajar jika ia seenak jidat dalam memimpin. Lagipula aku sudah tak tahan, dalam seminggu ini aku sudah kena marah empat kali, dari lima hari kerja.
Sering aku mengutuknya, namun sekarang aku lebih mengutuk hidupku sendiri. Ibu sakit dan sedang sendirian di rumah, pasti akan sangat kecewa jika tahu putri satu-satunya dipecat dari kerjaan. Aku menghela napas panjang. Paham betul bahwa keadaanku sekarang sedang tidak dalam zona nyaman. Uang tabunganku saja hampir habis, untuk biaya berobat ibu yang tak kunjung sembuh. Sekarang kertas-kertas di tanganku ini tak lagi berguna selain menjadi kipas untuk mengurangi keringat setelah lelah berjalan tadi.
“Cari alamat ya, neng?” kata ibu pemilik warung tiba-tiba, mengagetkanku.
“Ngg...engga kok bu, kenapa memang?” balasku.
“Oh, ibu kira cari alamat. Biasanya kalau lihat-lihat kertas gitu lagi cari alamat. Lagian neng sendirian aja kayak yang bingung,” jawab si ibu sambil terkekeh.
“Ngga kok bu, ini kertas sudah tak terpakai jadi saya bingung untuk apa. Saya jadiin kipas aja deh bu, lumayan. Hehe,” balasku sekenanya.
“Kuliah, neng?” tanya si ibu, sambil menyuapi anak perempuannya yang ingusan.
“Engga bu, udah kerja. Tapi baru aja dipecat, biasa lah bu atasannya galak,” jawabku, kemudian ucapan-ucapan curhatanku selanjutnya tentang pekerjaanku meluncur begitu saja dari mulutku. Aku juga tak paham mengapa aku bisa bercerita kepada ibu separuh baya yang tak ku kenal dan bahkan namanya saja aku tak tahu. Mungkin terbawa suasana.
“Ya namanya juga hidup ya neng, kadang di atas, kadang di bawah. Seperti roda. Neng sekarang ini sedang di bawah, mungkin. Asal jangan seperti ibu saja, di bawah melulu. Hehe,” ujar si ibu usai mendengarkanku, kembali terkekeh. Ibu ini nampak santai sekali menanggapiku.
“Ya hidup itu ya kaya kertas itu ya neng, namanya apa ya, nas... naskah ya kalau ibu engga salah. Naskah itu ada yang tulis, Tuhan neng. Minta saja sama Tuhan menuliskan yang baik-baik untuk hidup neng. Tuhan mah engga bakal ngasih ujian yang engga bisa dilalui sama hamba-Nya. Neng punya Tuhan kan?”
Aku tertegun. Tuhan, rasanya sudah lama aku putus akses dengan Tuhan. Namun pelan-pelan aku mengangguk. Ibu itu kemudian pamit pergi sebentar, mau ke mesjid untuk menunaikan sholat Ashar katanya. Matahari masih menyeringai, dan kalimat “Neng punya Tuhan, kan?” itu seakan terus bergaung di sekelilingku. Tak disangka-sangka, ucapan wanita separuh baya yang mungkin saja tak sekolah itu bisa menohok hati sebegitu dalamnya.
Angin berhembus sepoi-sepoi memainkan rambut sebahuku. Sejuk sampai ke hati. Tanpa sadar aku mengikuti langkah ibu yang sudah jauh di depan itu, menuju mesjid. Maaf Tuhan, aku bukannya tak tahu malu, namun aku ingin Engkau menulis yang baik-baik dalam naskahku.

Aulia Angesti
Bandung, August 14, 2013. 10:10 a.m.

Sabtu, 15 Juni 2013

New Chapter

Apa, sih, yang kamu pikirkan ketika kamu bangun tidur pagi ini?
List kegiatan seharian penuh yang padat? Tugas yang belum sempat dikerjakan? Beberapa orang yang akan kamu temui hari ini dengan segala urusannya?
Mungkin juga beberapa pikiran lain yang tenang-tenang saja karena ia tak mesti mengerjakan rutinitas-rutinitas sibuk yang mungkin menyita waktu dan tenaga.

Beberapa pikiran itu mungkin menggumam, jenuh rasanya untuk menghadapi apa yang ia harus hadapi, atau bahkan jenuh karena ia tak memiliki apapun untuk dihadapi. Jenuh,  hal yang  tercipta apabila kita sudah terlalu sering melakukan suatu hal yang sama, suatu hal yang kita sendiri sudah hafal karakteristiknya.

Beberapa orang bertahan, karena ia tahu pada awalnya ia sangat menginginkan hal yang ia jalani sekarang. Apa yang ada di benaknya hanya bagaimana cara ia bertahan dan terus menjalani dengan senang hati.
Namun kebanyakan orang mengeluh. Tak sedikit dari mereka yang mengumpat sana-sini, mencari cara agar ia mendapatkan rutinitas yang baru dan tidak membosankan, dan banyak lagi.

Banyak dari mereka yang tidak menyadari, bahwa apa yang mereka jalani adalah hal yang baru di setiap harinya. Mereka melakukan rutinitas yang sama di setiap harinya tanpa menyadari apa yang mereka lakukan sama sekali tak sama seperti hari kemarin.

"Akan ada sesuatu hal yang baru datang setiap saat selama kamu hidup dan bergerak."
Selama kamu hidup dan bergerak saja kamu sudah mendapati hal yang baru, apalagi di setiap pagi saat kamu membuka mata.

Kesalahan orang selama ini adalah mereka tak pernah menyadarinya. Menyadari bahwa hal yang harus  mereka lakukan setiap harinya adalah tetap sadar. Terbayang berapa banyak waktu yang orang habiskan untuk melewatkan opportunities yang sangat berharga, dibandingkan dengan keluhan yang mereka keluarkan.

Jadi ketika kamu membuka mata di pagi hari, bukalah cakrawala pikiran dengan menyadari. Imbalannya? Kamu tak akan merasa jenuh.

"It's what we call new chapter of life."

Kamis, 30 Mei 2013

People Nowadays

Fenomena. Gejala. Isu.

Tentang perubahan. Tentang pemikiran. Tentang gebrakan.