Tin..tiiiiin..!
Suara klakson terdengar dari belakang mobil
yang sedari tadi tak kunjung bergerak maju. Jika biasanya aku merasa terganggu, namun kali ini tidak, meskipun orang itu membunyikannya berkali-kali. Ini malam tahun
baru. Bukan sunyi yang mereka ingin, orang-orang malah mencari keramaian
dimana-mana.
Langit
Bandung tak cukup cerah malam ini. Tadi pagi ku lihat di televisi bahwa malam
ini akan turun hujan berintensitas kecil, namun aku tetap memutuskan untuk
keluar ketika Sis mengajakku meskipun aku tak begitu suka keramaian. Ini malam
tahun baru, orang-orang mencari keramaian dimana-mana, aku salah satunya.
Lepas pukul delapan ia menjemputku, langsung menuju pusat kota. Daerah pegunungan di Bandung
mungkin harusnya menjadi pilihan yang bagus untuk malam tahun baru, namun jika
sudah malam saja baru keluar rumah, jangan harap perjalanan akan lancar hingga
tujuan. Macetnya tak akan membuat orang mampu berpikir rasional lagi. Tekesan
berlebihan, namun begitu adanya. Daripada kami emosi di jalan, kami memutuskan
hanya berkeliling mencari titik keramaian. Sesekali kami berhenti untuk membeli
cemilan atau menikmati lalu-lalang manusia.
Dan
keberadaan Sis disana cukup menjadi pemanis. Sis ini bukan orang yang romantis.
Sementara banyak pria di luar sana yang membelikkan wanitanya setangkai mawar
di hari spesialnya, ia tak akan mau repot-repot membelikanku barang setangkai
karena ia tahu aku tak pandai merawat bunga. Juga setelah lima tahun yang ku
lewati bersamanya, tak pernah ia memberiku kesan romantis. Begitulah Sis,
pikirannya sederhana dan praktis. Sungguh berbeda dengan pikiranku yang rumit
dan membingungkan. Namun jauh dalam matanya, aku tahu dia sayang padaku, dan
aku tak pernah menyangkalnya.
Anehnya,
serumit dan membingungkannya pikiran dan hatiku, aku menikmati semua itu.
Menikmati setiap detik bersamanya, menikmati setiap hari yang ku lalui
dengannya, menikmati apa yang bisa ku nikmati dari sederhananya sesosok anak
manusia di sampingku ini. Dengan segala keluguan yang ia punya, segala
kepolosan yang ia bawa, dengan segala keajaiban yang aku rasakan tanpa perlu ia
beritahukan padaku. Aku menikmati segala hal yang kulakukan dengan Sis.
Aku suka bagaimana sederhana pikirannya masuk ke dalam rongga pikirku dan membenahi segala hal rumit yang ada disana. Menelusup pelan namun pasti, meluruskan tiap helai benang-benang kusut disana, bukan dengan jari-jari yang membuatnya jadi panjang kembali, namun langsung ia gunting benang itu lalu ia jalin kembali sehingga pola pikir praktisnya lebih masuk akal bagiku ketimbang pola pikirku sendiri.
Pukul 23.55. Lima menit lagi perayaan resmi
tahun baru di mulai. Kami masih disini, terjebak di antara puluhan mobil yang
tujuannya sama, menuju Alun-alun Bandung. Beberapa orang sudah tak sabar untuk
menyalakan kembang api terlebih dahulu. Bunyinya memekakkan telinga karena
jaraknya begitu dekat. Kami memutuskan untuk keluar karena ingin melihat
pemandangan yang lebih indah, tak peduli dengan rintik hujan yang mulai turun
ke bumi. Ia genggam tanganku tanpa banyak kata lalu kami sama-sama melihat ke
arah langit, takjub pada kembang-kembang di langit yang lebih indah dari
bintang.
Kemudian dibawah letusan puluhan kembang api
pukul 12, yang aku lihat hanyalah sepasang bola mata yang pendar dan hangatnya
mampu mengalahkan seluruh indah kembang api di tengah malam pertama tahun ini.
Selamat datang, 2014. Dan kamu, terima kasih
telah menjadi kembang api terindah untukku.
Aulia Angesti
Sunday, January 5, 2013. 10:53
Tidak ada komentar:
Posting Komentar